11 Mar 2020

//Review// Catatan Juang by Fiersa Bersari


"Seseorang yang akan menemani setiap langkahmu dengan satu kebaikan kecil setiap harinya.
tertanda, juang"

Hola! Akhirnya, aku kembali untuk mereview buku yang menurutku bagus dan layak untuk kalian baca. Judulnya adalah Catatan Juang yang ditulis oleh Fiersa Bersari. Buku ini ku dapat sebagai hadiah ulang tahunku dari seorang sahabat pada bulan Agustus 2019 lalu. Bukunya pun sudah hatam kubaca dalam kurun waktu satu minggu karena aku suka banget sama buku ini. Namun, aku baru bisa mereviewnya saat ini. heheh.

Anak muda mudi mana sih yang tidak kenal sama Fiersa Bersari? Hampir tidak mungkin tidak ada yang kenal ya? Hahah tapi bisa jadi juga ada yang tidak tahu. Fiersa Bersari yang kerap disebut "Bung", mengawali kariernya sebagai musisi sebelum akhirnya ia terjun ke dunia tulis-menulis. Sudah pernah membaca bukunya yang berjudul Garis Waktu? Buku itu adalah hasil debut pertamanya di dunia tulis menulis dan katanya, banyak orang mulai menyukai tulisannya sejak saat itu. Jujur, aku pribadi belum pernah membaca bukunya yang satu itu sih.  Akan tetapi, akhirnya aku dipertemukan dengan tulisan Bung Fiersa lewat hadiah Buku Catatan Juang yang aku terima. Aku begitu penasaran bagaimana bisa tulisan Fiersa Bersari dapat menghipnotis anak muda-mudi di luar sana. dan ternyata Aku juga jatuh cinta dengan tulisannya. Aku suka bagaimana dia menceritakan persoalan kehidupan yang tidak hanya relate dengan hidup Suar tetapi kita pun juga. Dan Catatan Juang berhasil menamparku berkali-kali.

Catatan Juang menceritakan bagaimana Suar sebagai tokoh utama dalam cerita dapat menemukan kembali semangat, cita-cita dan cintanya berkat sebuah buku berjudul catatan juang yang ditemukannya tergeletak di bawah Angkotan Umum. Suar, yang selama ini muak dengan kehidupannya apalagi dengan pekerjaan yang sama sekali bukan menjadi impiannya, akhirnya berani untuk mengejar mimpinya lagi karena bujukan rayu Catatan Juang itu.

Bung Fiersa menjelma menjadi Juang lewat Novelnya yang satu ini. Catatan lusuh bersampul merah tersebut menjadi obat kuat Suar dalam menjalani hidupnya. Semua kata-kata yang tertuang dalam buku itu menghipnotis pembaca, seakan apa yang disampaikan Bung Fiersa melalui sosok Juang sangat benar apa adanya.

Aku sangat senang membaca tulisan Bung Fiersa yang diwakilkan oleh Juang ini. Berikut beberapa kutipan tulisan Juang dalam Buku Catatan Juang.

1. Cukup

Bagaimana rasanya dikecewakan oleh orang yang kita sayang karena kembali dengan mantan kekasihnya? Perasaan sakit mendalam itulah yang dialami Suar ketika Ricky, kekasih Suar, kembali bersama dengan Bella. Ricky menganggap Suar kolot karena enggan untuk diajak 'melakukan hal aneh-aneh sebelum menikah'. Tapi Suar menganggapnya itu prinsip. Setelah diketahui ternyata Bella kembali menggoda Ricky, tak butuh waktu lama bagi mereka berdua untuk kembali menjadi sepasang kekasih. Dunia Suar seakan hancur hingga membuat kinerjanya menurun. Bagaimana tidak, Ricky, Suar dan Bella ada di kantor yang sama. Melihat Ricky, seseorang yang pernah ia sayang, bemesraan dengan wanita lain sepanjang hari membuat hati Suar sakit. 

"...Dulu, aku merasa bahwa pasanganku haruslah melengkapiku. Ternyata, aku keliru, Berkomitmen berarti saling memantaskan, bukan saling melengkapi, itulah yang aku pelajari seiring waktu. Aku tidak boleh bergantung pada pasanganku, sebagaimana pasanganku tidak boleh bergantung padaku.

... Komitmen berarti komunikasi. Komitmen berarti mementingkan satu sama lain di atas ego kita sendiri. Komitmen berarti mengikat dua orang yang memiliki masa lalu berbeda untuk visi dan misi yang sama."

2. Lupa untuk Melupa

Sering kali kita lupa mengingat 'hakikat' hidup yang kita jalani. Sama halnya dengan Suar, ia begitu terobsesi untuk sukses di bidang sinematografi. Dulu, sukses menurut Suar mungkin hanya seputar mendapatkan uang dan terkenal. Namun, Suar sadar bahwa sukses tak melulu tentang kekayaan dan ketenaran.

"... Aku tidak bermaksud mengatakan bahwa mengikuti pola hidup konvensional itu salah, itu hakmu sebagai individu. Maksudku adalah, apa pun yang kau lakukan, jangan lupa terhadap alasan pertama mengapa kau melakukan hal-hal itu.

.... Semoga kita tidak lagi lupa, bahwasanya yang terpenting bukan seberapa banyak kebaikan yang bisa dimiliki, melainkan seberapa banyak kebaikan yang bisa dibagikan. Jadilah generasi yang lupa untuk melupa, generasi yang mengingat sebaik-baiknya masa lalu demi membetulkan hari ini, bukan meratapi kemudian melupakan masa lalu demi bersedih-sedih hari ini."





3.  Tumbuh Bersama Waktu

Kita mungkin pernah ingin memutar waktu, kembali ke masa kecil kita dahulu dan kembali ke momen di mana kita masih polos dan tak tahu tentang kehiruk pikukan dunia. Kalian pasti pernah ingin kembali menjadi anak kecil berumur lima tahun-an, membawa balon atau permen di kedua tangannya. Tapi, itu hanyalah sebuah keinginan. Tak ada yang benar-benar kembali ke masa lalu. Kita akan terus tumbuh bersama waktu. Mau tak mau, kita harus berjalan melewati fase kehidupan. Ada momen di buku ini di mana Bapak Suar yang sedang sakit, terbangun dari tidurnya dan melihat Suar memegang buku bersampul lusuh dan merah. Beliau penasaran dengan buku tersebut, diambilnya buku itu dan dibacanya. Sampailah ia pada bacaan 'tumbuh bersama waktu'. Bapak Suar berharap waktu yang dihabiskannya bersama keluarga ini bukanlah waktu yang terbuang percuma.
"...Kita tidak bisa menghindari perubahan. Semua akan berubah, entah itu ke arah yang lebih baik, atau lebih buruk. Yang perlu kita lakukan adalah beradaptasi. Dunia takkan selalu mengikuti apa mau kita, tapi kita selalu bisa menyesuaikan kemauan kita dengan apa yang dunia sediakan."

4. Badai Terhebat Pun Akan Reda

Pernahkah kalian merasa cobaan yang sedang kalian hadapi sangatlah berat? Atau bahkan kalian pernah ingin menyerah saja terhadap segala masalah yang menimpa diri ? Aku yakin jawabannya pasti pernah. Tapi, hidup itu seperti hujan, selebat apapun hujan itu, tentu akan reda dan bahkan ada pelangi setelahnya. Namun, tentu kita harus berusaha untuk menerimanya, berjuang untuk tidak meratapi luka, melupakan hal yang mungkin pernah menggores hati. Kalo kata juang sih kira-kira gini.. 
"...Biarlah yang terluka menikmati waktunya. Biarlah yang bahagia lupa bahwa kelak mereka akan kembali terluka. Dan di sela-sela itu semua, bersyukurlah. Hati kita buatan Tuhan, bukan buatan Taiwan. Bisa rusak berulang kali dan bisa betul berulang kali tanpa perlu dibawa ke bengkel. Jangan khawatir, bahkan badai terhebat pun pasti akan reda." 

5. Biarlah Semua Orang Jadi Penulis

Aku yakin semua orang itu adalah penulis. Entah medianya apa, yang jelas kita adalah penulis. Hanya saja kita tidak menganggap menulis adalah terapi. Kita bahkan jauh dari poin bahwa menulis itu untuk mengeluarkan ide-ide di pikiran. Padahal menulis itu ibarat membahasakan pikiran yang tak mampu diucapkan. Juang pernah bilang bahwa. .. . 
"...Dan untukmu yang baru saja akan menulis, selalu ingat ini: menulis adalah terapi. Dan kita tidak perlu melakukannya agar terlihat keren di hadapan orang lain, atau berekspektasi punya buku yang diterbitkan penerbit besar. Menulis adalah sebuah kebutuhan agar otak kita tidak dipenuhi oleh feses pemikiran. Maka, menulislah."
Catatan Juang ini juga memberikanku semangat untuk terus menulis dan menginspirasi banyak orang. Terkadang, kita tidak tahu seberapa besar pengaruh tulisan kita bagi orang lain. Dan Juang membuktikan bahwa dengan menulis, kita tidak hanya mengeluarkan feses di pikiran kita tapi juga dapat membawa perubahan bagi orang yang membacanya.

Secara keseluruhan, buku ini sangat bagus dan menginspirasi. Lewat tulisan ini, kita bisa belajar dari seorang Juang yang mampu menebarkan kebaikan di sekelilingnya. Tak hanya itu, tulisan ini bukan sekadar tentang cita-cita dan cinta, buku ini juga sarat akan makna hidup; humanis dan nasionalis. Bagi kalian yang punya waktu senggang, sempatkanlah untuk membaca buku ini. Barangkali bisa jadi pengingat kalian sewaktu-waktu. Selamat membaca!

0 komentar:

Posting Komentar