5 Agu 2017

Yogyakarta dalam Kacamata Agustine




Kalau mendengar kota Yogya, apa yang terlintas di benakmu? Bisa aku tebak, mungkin sebongkah kenangan dengan masa lalumu atau bisa jadi secercah harapan dengan masa depanmu? Tentu, hanya kamu yang mampu menjawabnya hahaha. 

Yuhuuuu. Uhuk Uhuk. Pertama, mau ngucapin syukur Alhamdulillah karena liburan kali ini diberikan kesempatan oleh Allah SWT untuk mampir ke kota pergerakan, Yogyakarta. Setidaknya, kota pergerakan adalah diksi yang tepat untuk menyebut kota Yogya setelah aku membaca buku Autobiografi ‘Anak-Anak Revolusi’ oleh Budiman Sudjatmiko, seorang aktivis politik yang dulu memperjuangkan adanya revolusi dan terang-terangan melawan orde baru. 

Perjalananku ke kota pergerakan dan pendidikan dimulai bersama salah seorang temanku, Nuzlah Ika Fatmi panggil saja Bunga, eh ike maksudnya. Hahahah. Liburan ke Yogya merupakan liburan yang tak kami rencanakan sebelumnya. Sebelum ujian akhir semester dilaksanakan, kami pernah menyeletuk untuk liburan ke daerah jawa, terserah ke mana pun itu. Tiba-tiba saja, kota Yogya yang pertama kali keluar dari mulut kami. Entahlah, racun apa yang diberikan kota Yogya sehingga membius kami untuk ke sana.  Awalnya sempat ragu sih liburan ke sana, karena akan mengingatkan ike pada kenangan bersama seseorang yang berharga baginya. Beruntungnya, aku tidak mempunyai kenangan apapun bersama seseorang yang (mungkin) berharga bagiku juga. Namun, pada akhirnya, dengan bekal niat dan tumpukkan harapan agar mendapatkan (setidaknya) kebahagiaan, kami pun melajuuu menuju Yogyakarta! 

Kami merasa sangat beruntung (lagi), sebab ada Hana, temannya ike, yang bersedia menampung kami di Pondoknya. Tidak hanya menghabiskan waktu untuk berlibur di Yogya, kami juga belajar agama di sana. Hahaha. Satu bulan tidak liqo karena dipotong waktu untuk UAS, menyebabkan kami merasa ‘hampa’. Ya, dengan menginap di pondok, selaiknya rohaniah kami tidak akan kosong melompong lagi. Wkwkw. 


Hari pertama di Yogya, aku dan ike menghabiskan waktu untuk berkeliling ke candi-candi. Aku sampai tak bisa berkata apa-apa ketika melihat candi di sana. Dulu, aku hanya bisa mendengar cerita-cerita sejarah tentang candi prambanan dan borobudur. Namun, kini aku telah menyaksikannya. Begitu megah memang, sebanding dengan HTMnya(?) entahlah hahah. Lanjut, perjalanan kami berikutnya ialah ke Taman Pintar. Wkwk. Wisata kami benar-benar edukasi bukan? Sebenernya, bukan ndak mau ke pantai atau gunung, tapi ada beberapa alasan yang menghalangi kami ke sana :””) Aku kira taman pintar sama seperti graha teknologi di Palembang, daan nyatanya benar apa adanya.... mirip. Wkwk. Tapi masih bagus dan lengkap di taman pintar sih. Setelah keluar dari taman pintar, kami langsung disajikan buku-buku yang berjejeran! Hahaha. Iya kayak lapak buku, ada banyak buku yang dijual di sana. Sumpah, mata ini jadi keliweran ga karuan kalo liat buku wkwk. Niat untuk membeli beberapa buku di sana terhalang karena keterbatasan uang yang dibawa. Sedih sekali nasib turis dalam negeri seperti kami. Kami pun berniat untuk ke sana lagi besoknya, [hanya untuk membeli buku]. setelah itu, kami pergi ke alun-alun kidul. Lagi-lagi kami dikecewakan. Kami sampai ke alun-alun kidul jam 17.00 wib, YA BELOM ADA APA-APA LAH. HAHAHA. Akhirnya, kami memutuskan untuk pulang ke pondok tanpa melihat alun-alun kidul di malam hari. Soalnya, di pondok ada acara kajian. Tentu, kami tidak mungkin meninggalkannya.


Hari Kedua di Yogya, wisata kami masih berbau edukasi. Wkwk. Kami berangkat menuju gembira loka zoo. Bagussss bangett, kalo menurutku. Soalnya di Palembang ga ada yang kek ginian hahah. Lebih bagus dari kebun binatang ragunan. YA IYALAH. Wkwk. Setelah gembira melihat binatang-binatang yang lucu dan menggemaskan, trip kami selanjutnya ialah museum De Arca dan De Mata. Sebenernya, museum De Arca ini tidak seperti museum fatahillah, SMB II dan sejenisnya. Museum ini berisi pameran 4D dan 3D yang ditujukan untuk ‘foto-foto’ saja >,< niat untuk membeli buku di taman pintar pun akhirnya kesampaian haha. 


Hari ketiga di Yogya berarti adalah hari terakhir kami berada di Yogya. Seperti turis-turis lainnya (halah), tujuan wisata terakhir kami ialah malioboro. Kalau kata orang sih, kalo belom ke malioboro belum ke Yogya namanya. Setelah kemarin kami merasakan patah hati (?), kami pun mengobatinya dengan belanja. Hahah. Tapi serius loh, ternyata pepatah tentang kalau perempuan sedanh merasa ‘ga enak’ baik itu karena patah hati, sedih karena sikap seseorang, dsb, salah satu obatnya ialah dengan belanja. kalo bagiku sih pepatahnya sangat benar. Aku merasakan sendiri ada kebahagiaan di balik belanja itu wkwk. Dasar wanitaaaa. 

Tentu hari terakhir juga ditutup dengan berkunjung ke taman sari dan mengelilingi UGM. Capek juga sih, apalagi kalo tidak ada motivasi, terutama untuk mengelilingi UGM, astagaaaaah.


Tiga hari di Yogya memberikan pelajaran yang sangat berharga bagiku. Aku di sini banyak belajar bagaimana harus bersabar, menahan rindu, berjuang untuk memahami satu sama lain, dan menjadi sosok wanita yang pantas untuk seseorang -yang aku juga belum tahu siapa itu. Setelah aku melihat dirinya, aku sedikit terpelatuq. Ia berusaha memantaskan di hadapan Allah SWT dan aku pun harus seperti itu juga. Di umurku yang nanti akan berkepala dua, aku harap bisa sedekat urat nadi dengan Allah SWT. Aku akan terus berdoa semoga Allah SWT memberkahi kita. Aku bukan aktivis sepertimu, namun aku akan senantiasa belajar, belajar dan belajar agar pantas menjadi ibu dari anak-anak kita kelak, untuk kamu, siapapun itu nanti.....


Duh. Yogya memberikan banyak cerita bukan ?

Akhirnya, aku bisa mengucapkan terimakasih banyak kepada Natali yang udah memesankan tiket untuk aku dan ike. Makasih juga kepada Hana dan tentu Pondok Asma Asmania yang sudah menampung kami, turis dalam negeri. Haha. Makasih juga buat deden (temen ike) dan seseorang sebut saja bibie yang telah menyempatkan diri untuk menjemput kami.

Bagaimana ceritamu di Yogya? Bolehkah aku mendengarkannya walau sejenak?


1 komentar:

Fleu mengatakan...

Pan kapan jalan berdua ke Dubai yaa

Posting Komentar