7 Okt 2016

Pencinta vs Dicinta


Ah. Entahlah. Ini kali pertama aku membuat tulisan seperti ini. Sekuat apapun aku untuk merebutnya, hasilnya akan sama saja. Ia mengetahui namun berpura-pura tak paham. Sama seperti lirik "Pupus"nya Dewa. Takut aku untuk mengungkapkannya. Ragu aku untuk mendekatinya. Tidaklah salah merasakan hal aneh seperti ini, bukan? Terbalaskan atau tidak hanya ia dan Allah swt yang tahu. Terkadang aku iri dengan bantal, ia mampu mencintai tanpa mengharap balasan, menampung keluh kesah seharian, sabar dalam penantian dan ikhlas karena kepergian.

Manusia itu egois dan naif. Yang kita inginkan harus menjadi kenyataan. Bukankah manusia seperti itu? Sama halnya dengan mencintai. Ingin mendapat balasan adalah hal yang didambakan bagi pencinta. Mereka tidak tahu apakah yang dicinta juga menjadi pencinta bagi yang lain? Naif dan egois. Hal yang sangat sulit dipisahkan. Harusnya kita sadar dengan yang dicinta. Harusnya kita tahu dia sebenarnya menjadi pencinta untuk yang dicintainya. Tapi kenapa kita masih saja berusaha untuk merebutnya? Bukankah itu terlalu naif?

Namun, Pencinta memang begitu, kan?

Semua yang dilakukan selalu dikaitkan dengan kita. Padahal belum tentu itu untuk kita. Pencinta dan dicinta selalu membuat pernyataan yang ambigu. Pada akhirnya, semua dari mereka akan merasakan sakit yang mendalam bila tak terbalaskan. Alur cinta-mencintai tidak akan putus hingga mereka sama-sama saling mencintai.

Dan sang pencinta, tidak tahu apakah yang dicintai juga sedang menjadi pencinta untuk yang dicintainya juga? Waktu demi waktu akan menjawab pertanyaan si pencinta itu.

Ini cerita singkat pencinta dan dicinta. Semoga akan banyak cinta di hidupnya.

0 komentar:

Posting Komentar