Manusia
memang jagonya memperumit masalah, benar begitu? Sebenarnya aku tidak ingin
mendapatkan pembelaan dengan melemparkan pernyataan seperti itu. Nyatanya, aku
masih saja tidak benar-benar ‘tidak mempertimbangkan persepsi orang lain dalam
membuat keputusan hidup’.Mempelajari filosofi teras pun seakan tak cukup bagiku
untuk melepaskan jerat interprestasi orang lain kepada diri ini. Alhasil,
masalah semakin membesar ketika kita turut merelakan pikiran kita dikendalikan
oleh persepsi orang lain. Ditambah lagi, ego kita yang tak mengerti lampu
merah, terus saja nyelonong sampai
pada titik penyesalan karena telah menabrak manusia lain yang hendak lewat
dalam hidup kita. Lagi-lagi, kita masih tak sadar diri siapa yang melakukan itu
semua. Kita malah menyalahkan manusia lain yang sedang lalu lalang di kehidupan
kita. Padahal, hadirnya manusia adalah scenario yang dibuat tuhan dengan alasan
tertentu, lalu kenapa kita tidak mengaku salah atas tuduhan kita kepada manusia
lain itu? Rumit. Aku tidak tahu kenapa manusia senang sekali membuat
drama-drama di kehidupan dengan memperumit masalah atau membesar-besarkan
masalah? Mungkin, karena ia ingin mendapatkan solusi yang tepat atas masalahnya
sehingga mengutik masalah dari akarnya bahkan membuat cabang-cabangnya? Apakah
itu sebuah jawaban yang tepat untuk manusia yang selalu memperumit masalah? Sadarkah
kalian bahwa saat ini aku juga sedang memperumit masalah tentang manusia yang
selalu memperumit masalahnya? Hahaha.
0 komentar:
Posting Komentar